Agent of Change : Bukan Hal Yang Mustahil
Ahmad Ajib Ridlwan
Ininilah kawankuu,,,inilah kawankuu
datang kemari untuk perubahan.....
Ininilah kawankuu,,,inilah kawankuu
datang kemari untuk perubahan.....
Siapa
orangnya yang tidak merinding mendengar lagu tersebut. Saat saya mendengar lagu
tersebut sejenak tercengang dan merinding seolah spirit saya terpompa bak mesin
yang baru diganti oli pelumas. Tahukah anda? Potongan lagu diatas merupakan
yel-yel mahasiswa baru fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya yang
dinyanyikan berulang-ulang saat Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa
Baru yang biasa disebut PKKMB. Lagu tersebut untuk meningkatkan sprit mahasiswa
baru. Mereka (Maba, red) adalah calon generasi kedepan, mereka adalah agent
of chage, dipundak merekalah masa depan bangsa ini dititipkan.
Nah,
tentu saja mereka datang kemari (kampus Unesa, red) membawa segudang mimpi,
segudang angan dan segudang harapan. Kelak ketika mereka lulus memiliki hardskill
dan softskill yang menjadi bekal mereka saat menyandang gelar baik sarjana
maupun gelar diploma mengingat tantangan globalisasi tak bisa dipungkiri.
Mampukah kita mewujudkan mimpi-mimpi dibalik wajah mereka yang polos? Untuk
menjadikan agent of change stidaknya ada 3 (tiga) unsur penting yang
menurut penulis perlu untuk dikaji bersama.
Pertama:
Menjadi agent of Chage bagi diri sendiri
Jangan
bermimpi menjadi agent of Chage (agen perubahan, red.) sebelum mampu
menjadi agen perubahan bagi sendiri. Inilah saatnya, inilah langkah awal untuk
menjadi agen perubahan bagi diri kita. Kehidupan kampus sangatlah berbeda
dengan masa SMA. Masa-masa paling indah adalah masa-masa disekolah, mungkin ada
benarnya syair sebuah lagu itu. Masa-masa itu sudah terlewati dan saatnya
memasuki fase ke 2 yaitu masa-masi kuliah. Dalam dunia kampus, kita dituntut
untuk mandiri dalam segala hal baik dalam proses belajar mengajar atau dalam
pencarian informasi. Dalam hal belajar mengajar misalnya, dosen akan memberikan
silabus dan satuan acara perkuliahan yang memuat materi yang akan dibahas
selama satu semester. Selanjutnya mahasiswa harus mencari
sumber-sumber/refrensi baik dari buku, artikel, internet atau sumber lain yang
menunjang materi pembelajaran. Tidak berhenti sampai disitu, mahasiswa akan
mendapatkan tugas terstruktur baik tugas mandiri maupun tugas kelompok. Tugas
tersebut berupa soal ataupun makalah yang harus dipertanggung jawabkan melalui
presentasi makalah di depan kelas. Dosen tidak lagi ‘menyuapi” materi kepada mahasiswa
atau bahan kuliah, layaknya siswa di SMA. Mahasiswa
sendiri harus aktif. Baik aktif dalam masuk kuliah, aktif bertanya dan aktif
menjawab karna hal yang demikian masuk dalam proses penilaian.
Selain itu, mahasiswa harus mandiri dalam pencarian informasi dan
harus peka terhadap informasi. Semua informasi tentang perkuliahan, informasi
tentang kegiatan kampus tidak lagi seperti halnya di SMA yang mungkin guru
gerilya dari kelas ke kelas untuk menyampaikan informasi tersebut. Di kampus
semua informasi kampus akan ditempel dimading – mading atau di upload di
website. Jika tidak mau ketinggalan informasi mahasiswa harus aktif mencari
informasi di sumber-sumber informasi diatas. Selain itu mahasiswa harus aktif
mencari informasi mengenai tugas-tugas perkuliahan kepada teman sebaya ketika
tidak hadir alias absen. Singkat kata mahasiswa harus aktif dalam segala hal.
Nah, mengingat banyak sekali perbedaan antara mahasiswa dan siswa
serta beratnya amanah yang dipikul oleh mahasiswa yaitu menjadi agent of chage
(agen perubahan, red.) mahasiswa harus mampu menjadi agen perubahan atas
dirinya sendiri sebelum merubah lingkungannya. Sudah siapkan anda menjadi agen
perubahan atas diri anda? Jika sudah siap mulailah dari sekarang. Jadilah
mahasiswa yang aktif bukan mahasiswa yang apatis.
Lantas Apakah yang harus dirubah?
Merubah Gaya Belajar
Mungkin barangkali ketika di SMA masih menggunakan model SKS
(sistem kebut semalam) dan dilakukan saat menjelang ulangan/ujian maka gantilah
metode belajar anda menjadi BSM (Belajar Sepanjang Masa). Rasulullah SAW
Bersabda “Belajarlah sejak masih dalam kandungan ibu sampai akhir hayat”
artinya belajar itu tidak mengenal waktu, sehingga kapanpun, dimanapun, dan
dengan siapapun kita harus senantiasa belajar baik belajar materi perkuliahan
maupun belajar dari kejadian atau fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita
sehari-hari. Mahasiswa dituntut untuk mempunyai daya analisis yang tajam. Untuk
mewujudkan hal tersebut mahasiswa harus banyak Iqra’ Iqra’ dan Iqra’ (membaca,
membaca, dan membaca) tidak hanya membaca buku namun membaca semua hal yang
bermanfaat serta membaca lingkungan. Lantas barulah menulis dan berdiskusi.
Mengapa Harus Membaca? “Bacalah, Bacalah dengan menyebut nama Rabb-mu yang
telah menciptakan, yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Rabb-mulah Yang Maha Mulia, yang mengajarkan kepada manusia dengan
perantaraan qalam (tulisan; al-Qur’an), mengajarkan kepada manusia apa saja
yang belum diketahuinya.” (QS Al alaq 1-5)
Ayat diatas merupakan wahyu yang pertama kali yang diturunkan
Allah kepada Rosulullah SAW melalui malaikat Djibril yang merupakan perintah
membaca dan menulis. Kata membaca berasal dari bahasa arab “qara’a” yang pada
mulanya bermakna ‘menghimpun’. Dalam kamus, qara’a dapat bermakna
‘menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri
sesuatu’. Kata iqra’ (‘bacalah’) dalam ayat tersebut tidak menyebutkan objek
bacaan secara khusus. Oleh karena tidak disebutkan objeknya secara khusus,
dapat dimaknai bahwa objek kata tersebut bersifat umum. Membaca disini
mempunyai pengertian yang luas, yang tidak hanya membaca buku bacaan tetapi
membaca apa saja yang ada di depan mata kita, yang ada di sekitar diri kita,
yang ada pada penciptaan diri kita, yang tak terlihat sekalipun oleh mata kita,
dan semuanya.
Dr. Aidh bin Abdullah al-Qarni, dalam bukunya, “La Tahzan”
mengungkapkan tentang banyaknya manfaat membaca, yaitu di antaranya sebagai
berikut:
1.
Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan.
2.
Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam
kebodohan.
3.
Kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa
berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja.
4.
Dengan sering membaca, orang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan
dalam bertutur kata.
5.
Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara
berpikir.
6.
Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori
dan pemahaman.
7.
Dengan membaca, orang mengambil manfaat dari pengalaman orang
lain: kearifan orang bijaksana dan pemahaman para sarjana.
8.
Dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya; baik
untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai
disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup.
9.
Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pemikirannya dari
keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia.
10. Dengan sering membaca,
orang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model
kalimat; lebih lanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap
konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris”
(memahami apa yang tersirat).
Setelah
membaca kita harus belajar menulis. Mengapa kita harus menulis?? Dalam surat al Alaq ayat 4 disebutkan
“Alladzii ‘allama bilqalam” ‘yang mengajar manusia dengan pena’. “Allamal
insaana maa lam ya’lam” ‘yang mengajar manusia apa yang
belum
diketahui (manusia)’ (ayat 5). Pada kedua ayat ini, dapat dipahami bahwa Allah
mengajarkan dengan pena, mengajarkan tulisan, mengajari manusia tentang hal-hal
yang telah diketahui sebelumnya dan Allah pun mengajari manusia, tanpa pena,
apa yang belum manusia ketahui sebelumnya.
Allah
mengajari manusia dengan pena, itu berarti perintah yang komperhensif juga
untuk membaca (tulisan) dan menulis (tulisan). Mengajari manusia dengan pena
adalah mengajari menulis. Perintah membaca disertai pula perintah untuk
menulis. Objek menulisnya juga sama dengan objek membaca: alam semesta, diri
sendiri, yang sudah dituliskan, maupun yang belum dituliskan. Perintah itu
adalah juga perintah aktif-produktif menghasilkan tulisan, bukan hanya perintah
aktif-reseptif membaca. Jika hanya dimaknai perintah membaca tulisan, pemaknaan
itu terlalu sempit, yakni umat Islam hanya diperintah mengkonsumsi bacaan
(orang lain).
Menulis
merupakan salah satu cara menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan dengan maksud
ide atau gagasan kita dapat dikonsumsi oleh orang lain. Apa yang kita fahami,
apa yang kita tangkap melalui membaca hendaknya kita tuangkan ide/gagasan
tersebut dalam sebuah tulisan. Namun kita sadari kelemahan kita adalah
menuangkan ide tersebut dalam bentuk tulisan oleh sebab itu kiranya
membudayakan menulis. Hal ini bisa dimulai dengan menulis cerita pendek atau
menulis cerita mengenai diri sendiri sebelum kita menulis sebuah karya ilmiah.
Selain membudayakan menulis perlu kiranya kita sering membaca tulisan orang
lain untuk melihat gaya bahasa/selingkung yang digunakan.
Terakhir,
Belajar berdiskusi. Mengapa harus berdiskusi?
“…….. Wasyaawirhum fil Amri” dan
bermusyawarahlah dalam setiap urusan. Islam mengajarkan kepada kita untuk
selalu bermusyawarah untuk setiap urusan. Diskusi disini dapat diartikan
musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam menyikapi sesuatu kita mempunyai
persepsi yang berbeda-beda. Persepsi yang berbeda itulah yang akan
mengakibatkan penyikapan kita terhadap sesuatu permasalahan akan berbeda pula.
Oleh karenanya alangkah baiknya kita meminta pendapat (diskusi) dalam menyikapi
sesuatu hal. Dengan berdiskusi akan menambah wawasan kita karna adanya ide-ide
baru yang sebelumnya belum kita ketahui.
Diskusi
dapat pula diartikan dengan kajian. Pertama, Kajian terhadap materi
perkuliahan, hal ini dapat dilakukan dengan teman sebaya maupun kakak angkatan
(program mentoring/asistensi) melalui forum ini diharapkan masalah klasik yang
dihadapi mahasiswa (kesulitan belajar) dapat teratasi. Pada umumnya mahasiswa
jika mengalami kesulitan belajar enggan untuk menanyakan kepada teman sebaya
dan lebih memilih menutup diri. Frustasi dan disalurkan pada hal-hal negatif.
Jika sudah seperti itu biasanya mahasiswa menghilang dan baru muncul pada saat
menjelang injury time (batas masa studi habis) untuk melalukan pertobatan
menebus kesalahan, mengakui semua kesalahan dan datang dengan wajah mamel
(macak melas) supaya dapat dispensasi/kemudahan kelulusan. Tapi sayang upaya
tersebut gagal karna kelulusan tidak diperoleh dengan cara semudah itu. Proses
kelulusan mahasiswa harus melewati jalan yang panjang dan berliku. Kedua,
Kajian terhadap isu-isu terkini dan kajian terhadap kebijakan. Nah dari forum
ini mahasiswa diharapkan mampu memberikan sumbangsih berupa pemikiran sehingga
mahasiswa tidak di cap sebagai generasi OMDO (Omong Doang) yang hanya menuntut
namun dapat memberikan solusi atas permasalahan bangsa.
Merubah
cara pergaulan
Dalam
kitab ta’limu ta’lim diajarkan tentang etika pergaulan dalam menuntut ilmu. Ada
sebuah pepatah jika seseorang dekat dengan tukang pande (pembuat benda-benda
tajam) maka ia akan kena bau keringatnya para pembuat pande, sebaliknya jika
seseorang dekat dengan penjual minyak wangi merekapun akan merasakan harumnya
bau minyak tersebut. Artinya wajib hukumnya bagi seseorang yang menuntut ilmu
untuk memilih teman. Salah satu pembahasan menarik yang dibicarakan dalam kitab
Maraqi al-Ubudiyah adalah adab atau etika dalam berteman. Dengan memerhatikan
etika dalam pergaulan, akan membuat persahabatan menjadi semakin langgeng.
Teman adalah sahabat dalam pergaulan. Bergaul dengan teman yang baik, niscaya
akan mengantarkan kita pada perbuatan yang baik pula. Sebab, teman yang baik
akan senantiasa memberikan sesuatu yang terbaik. Karena itu, janganlah teman
yang seperti ini disakiti. Sebaliknya, teman yang tidak baik akan membawa kita
pada perbuatan yang tidak baik. Bergaul dengan teman seperti ini, dapat
menjerumuskan kita pada halhal yang negatif.
Berkaitan
dengan masalah ini ada dua hal besar yang harus diperhatikan dalam pergaulan.
Pertama, perhatikan terlebih dahulu tata cara berteman dan memilih teman
yang baik, agar kita tidak ikut terjerumus dalam perbuatan yang tidak baik. Kedua,
kewajiban yang harus dipenuhi dalam berteman.
Adapun
kewajiban seseorang dalam berteman yaitu senantiasa mau mebantu teman yang sedang
dalam kesusahan, baik dengan bantuan tenaga, pikiran, maupun materi (harta).
Dan
yang lebih adalah senantiasa menyimpan rahasia teman, menutupi aibnya, dan
tidak menyampaikan omongan orang lain yang mengecamnya, menyampaikan pujian
orang lain atas dirinya, dan mendengarkan pembicaraan yang baik darinya tanpa
berpura-pura.
Kedua:
Peran Organisasi Kemahasiswaan dalam membentuk agent of change
Mahasiswa
baru ibarat kertas yang kosong, bersih, putih tak ada coretan apapun. Mereka
memasuki dunia baru yang belum dialami sebelumnya yaitu dunia kampus. Pertama
kali orang yang ditemui adalah para senior yang berasal dari organisasi
kemahasiswaan (BEM-DLM) yang akan mengawal mereka selama kegiatan orientasi
kampus/ospek. Mahasiswa baru pertama kali menginjakkan kaki di kampus disambut
oleh para senior yang akan mendampingi selama satu semester dalam program
orientasi mahasiswa baru. Tentu saja peran senior disini sangatlah vital dalam
membentuk karakter mereka untuk menjadi agent of chage. Pertanyaannya
adalah mampukah para senior mewujudkan hal tersebut? Jika memang benar-benar
mampu maka sudah seharusnya para senior bisa memberikan uswatun hasanah
(tauladan yang baik) bagi para juniornya. Sungguh pekerjaan yang amat berat
mengingat para seniornya belum tentu mampu menjadi agent of change bagi
dirinya sendiri. Hal yang terpenting disini adalah para senior harus merubah
dirinya sendiri sebelum nantinya mengajarkan semangat perubahan kepada
adik-adiknya yang datang ke kampus dengan segudang harapan. Lantas apa yang harus
dilakukan oleh para senior? Para senior terlebih dahulu berproses dan mengalami
kehidupan dikampus namun bukan hal yang mudah untuk menjadi agen perubahan
apalagi mengajak adiknya untuk menjadi agen perubahan. Berikan yang terbaik
buat adik-adik, wujudkan mimpi mereka dan jadikan mereka menjadi agen
perubahan.
Hal
yang terpenting dalam membentuk agent of change adalah para senior
sebisa mungkin mengarahkan dan mengajak adiknya untuk belajar berorganisasi
dengan baik. Banyak sekali organisasi yang bisa diikuti mahasiswa baik
organisasi intra kampus yang terdiri dari BEM,DLM ditingkat jurusan dan
fakultas, BEM-MPM ditingkat Universitas dan UKM maupun organisasi extra kampus.
Organisasi merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kegiatan akademik.
Organisasi merupakan wadah mahasiswa dalam mengimplementasikan apa yang telah
didapatkan dalam bangku kuliah. Tidak ada pilihan bagi mahasiswa untuk memilih
akademik atau organisasi mengingat kedua hal tersebut sama-sama penting, tak
terpisahkan dan harus dikasih porsi yang seimbang.
Organisasi
adalah miniatur kecil kehidupan bermasyarakat. Belajar berorganisasi sama
halnya kita belajar bermasyarakat dalam skala kecil karena disitulah kita
belajar saling memahami, bersosialisasi dan belajar tentang kepemimpinan.
Ketika dalam kelas kita diajarkan tentang manajemen, sebenarnya dalam
organisasi itulah kita menerapkan tentang manajemen karna setiap organisasi
menuntut kita untuk merencakan, mengorganisasikan, dan mengevaluasi sebuah
kegiatan. Dengan demikian mahasiswa baru pola pikirnya akan terbentuk dan kelak
lulus kuliah akan menjadi bagian dari masyarakat yang paripurna.
Ketiga:
Peran Lembaga Dalam Membentuk Agent of Chage
Peran
lembaga dalam hal ini adalah kampus tempat mahasiswa menimba ilmu. Sudah
seyogyanya kampus mengawal terwujudnya Agent of Chage yang
benar-benar mampu mengatasi gejolak permasalahan bangsa yang semakin kompleks
dan mampu menjawab keraguan serta pandangan miring kepada mahasiswa yang
katanya hanya bisa omong doang. Lembaga harus mendesain kurikulum yang luwes
dan mengikuti perkembangan dunia usaha/dunia industri serta lembaga pendidikan
yang membutuhkan output/lulusan.
Tentu
kurikulum saja tidak cukup namun harus disertai dengan membuat program-program
unggulan yang mengarah kepada pola pengembangan mahasiswa yang dapat membentuk
hardskill dan softskill mahasiswa mengingat tantangan dan kompetisi kedepan
semakin ketat. Program tersebut bukan hanya sekedar seremonial saja akan tetapi
program tersebut outputnya harus jelas dan disertai dengan followup yang jelas
pula.
Selain
itu salah satu hal penting adalah dengan memberikan fasilitas yang mendukung
pengembangan bakat dan minat mahasiswa. Dengan pengawalan dan penyediaan
fasilitas yang memadai tentu saja membentuk generasi agen perubahan bukan hal
yang mustahil dapat terwujud. Namun, mahasiswa harus jika memiliki tanggung
jawab dalam menjaga, merawat dan rasa memiliki fasilitas yang ada. Jika tidak
memiliki sikap tersebut tentu mahasiswa sendiri yang akan merugi.